Selamat Datang di Program Studi S1 Ilmu Hukum
087 829 942 4
08:00 - 21:00
Taman, Sidoarjo

Pancasila Sebagai Kesadaran Etis, Alarm Kepatutan dan Kesadaran Intelektual Dalam Kehidupan Berbangsa

  • BERANDA
  • No
  • Pancasila Sebagai Kesadaran Etis, Alarm Kepatutan dan Kesadaran Intelektual Dalam Kehidupan Berbangsa

By: Ahmad Heru Romadhon

Upaya pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkadung dalam Pancasila merupakan bagian nafas peradaban bangsa dalam konteks perubahan zaman yang terus berlangsung. Sebagaimana yang kita ketahui Pancasila menjadi kesepakatan bersama, menjadi ideologi yang bisa merekatkan bangsa Indonesia dan sekaligus mejadi dasar negara sebagai bintang penuntun yang dinamis. Pancasila dalam dimensi kesadaran etis, menjadikan alarm kepatutan dan sekaligus sebagai kontrol kesadaran intelektual yang dimanifestasikan dalam kehidupan berbangsa itu berarti menjadikan Pancasila sebagai alat strategi penguatan karakter bangsa yang bertumpuh pada multikuturalisme yang di pakai acuan oleh para pendiri
bangsa Indonesia dalam mengkonsep apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa. Cinta terhadap tanah air (hubbul wathon minal iman) seperti yang di ajarkan oleh tokoh ulama besar Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari yang turut meng-amini dan meridhoi Pancasila sebagai dasar perekat bangsa menjadi ideologi Negara Indonesia, setelah Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari meminta petunjuk kepada Allah Swt. dengan berpuasa selama 3 (tiga) hari, menghatamkan Al-Qur’an dan membaca Al Fatikha sampai pada ayat tertentu diulang hingga 350 (tiga ratus lima puluh) kali dan kemudian dilanjutkan dengan sholat istikhoroh 2 (dua) rokaat (rokaat pertama dibacalah surat At Taubah 41 kali, dan rokaat kedua dibacalah surat Al Kahfi sebanyak 41 kali, kemudian sebelum tidur dibacalah surat Al Kahfi sebanyak 11 (sebelas) kali. Maka urgensi dan relevansi dewasa ini menempatkan Pancasila dalam penguatan pendidikan kepribadian dan karakter adalah salah satu cara untuk mengubah bangsa mempunyai kekuatan dalam membangun negeri menjadi lebih bermartabat.

PENDAHULUAN

Pancasila adalah dasar negara yang mempersatukan bangsa sekaligus bintang penuntun (leitstar) yang dijadikan sistem filsafat pada hakekatnya mempresentasikan nilainilai keluhuran budi pekerti yang tinggi, bagaimana manusia sejatinya diciptakan oleh Allah Swt. sebagai khalifah di muka bumi ini yang memiliki akal dalam merawat kesadaran etis, kesopanan, dan kepatutan sebagai mahkluk ciptaan-Nya yang sempurna.

Pancasila yang juga memberikan dasar bagi segala sumber penjabaran norma, baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainya. Jika kita flash back munculnya gagasan dasar negara Pancasila nampaknya juga tidak serta merta langsung diterima, hal itu dapat kita jumpai dalam sejarah Indonesia ketika akan menentukan dasar negara apa yang akan dipakai? Saat itu, rombongan yang membawa pesan Soekarno tersebut dipimpin langsung oleh KH Wahid Hasyim yang menjadi salah seorang anggota tim sembilan perumus Pancasila. Mereka menuju Jombang untuk menemui KH Hasyim Asy’ari.

Sesampainya di Jombang, Kiai Wahid yang tidak lain adalah anak Kiai Hasyim sendiri melontarkan maksud kedatangan rombongan. Setelah mendengar maksud kedatangan rombongan, KH. Hasyim Asy’ari tidak langsung memberikan keputusan. Prinspinya, KH. Hasyim Asy’ari memahami bahwa kemerdekaan adalah kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia, sedangkan perpecahan merupakan kerusakan (mafsadah) sehingga dasar negara harus berprinsip menyatukan semua. Terlebih dahulu ulama besar Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari turut meng-amini dan meridhoi Pancasila sebagai dasar perekat bangsa menjadi ideologi Negara Indonesia, setelah Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari meminta petunjuk kepada Allah Swt. dengan berpuasa selama 3 (tiga) hari, menghatamkan Al-Qur’an dan membaca Al Fatikha sampai pada ayat tertentu diulang hingga 350 (tiga ratus lima puluh) kali dan kemudian dilanjutkan dengan sholat istikhoroh 2 (dua) rokaat (rokaat pertama dibacalah surat At Taubah 41 kali, dan rokaat kedua dibacalah surat Al Kahfi sebanyak 41 kali, kemudian sebelum tidur dibacalah surat Al Kahfi sebanyak 11 (sebelas) kali.

Kehidupan bangsa Indonesia akan semakin Kukuh, apabila segenap komponen bangsa, di samping memahami dan melaksanakan Pancasila juga secara konsekuen menjadi sendi-sendi utama lainnya, undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika sebagai 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut patut disyukuri dengan cara menghargai kemajemukan yang hingga saat ini tetap dapat terus bertahan dipelihara dan dikembangkan. Semua agama turut memperkokoh integritas nasional melalui ajaran-ajaran yang menekankan rasa adil, kasih sayang, persatuan, persaudaraan, hormat-menghormati dan kebersamaan. Selain itu nilai-nilai Luhur budaya bangsa yang di manifestasikan melalui adat istiadat juga berperan dalam mengikuti hubungan batin Setiap warga bangsa.

Kesadaran kebangsaan yang mengkristal yang lahir dari rasa senasib dan sepenanggungan akibat penjajahan telah berhasil membentuk wawasan kebangsaan Indonesia seperti yang tertuang dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928 yaitu tekad bertanah air satu berbangsa satu dan menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. tekad bersatu ini kemudian dinyatakan secara politik sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam Proklamasi 17 Agustus 1945 namun sejak terjadinya krisis multidimensional tahun 1997 muncul ancaman ancaman yang serius terhadap persatuan dan kesatuan serta nilai-nilai Luhur kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan berkurangnya sopan santun dan budi pekerti luhur dalam pergaulan sosial melemahkan kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa Pengapian terhadap ketentuan hukum yang dan peraturan dan sebagainya yang disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Faktor-faktor yang berasal dari luar negeri meliputi antara antara lain:
1) Pengaruh globalisasi kehidupan yang semakin luas dengan persaingan antar bangsa yang semakin tajam;
2) Makin kuatnya intensitas intervensi kekuatan Global dalam perumusan kebijakan nasional.

Faktor-faktor penghambat yang Sekaligus merupakan ancaman tersebut dapat mengakibatkan bangsa Indonesia mengalami kesulitan dalam mengaktualisasikan segenap potensi yang dimilikinya untuk mencapai persatuan mengembangkan kemandirian ketidakharmonisan dan kemajuan. Oleh sebab itu diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk mengingatkan kembali warga bangsa dan mendorong revitalisasi Khazanah nilai-nilai luhur bangsa sebagaimana terdapat dalam empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Faktor yang berasal dari dalam negeri antara lain:
1) masih lemahnya Penghayatan dan pengalaman agama dan munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit serta tidak harmonisnya pola interaksi antar umat beragama;
2) sistem sentralisasi pemerintahan di masa lampau yang mengakibatkan terjadinya penumpukan kekuasaan di pusat dan pengabaian terhadap pembangunan dan kepentingan daerah serta timbulnya fanatisme kedaerahan;
3) tidak nya berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebhinekaan dan kemajemukan dalam kehidupan berbangsa;
4) Terjadinya ketidakadilan ekonomi dalam lingkup luas dan dalam kurun waktu yang panjang melewati ambang batas kesabaran masyarakat sehingga sosial yang berasal dari kebijakan publik dan munculnya perilaku ekonomi yang bertentangan dengan moralitas dan etika;
5) Kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagai Pimpinan dan tokoh bangsa;
6) Tidak berjalannya penegakan hukum secara optimal dan lemahnya kontrol sosial untuk mengendalikan perilaku yang menyimpang dari etika yang secara alamiah masih hidup di tengah masyarakat;
7) Adanya keterbatasan kemampuan budaya lokal daerah dan nasional dalam merespon pengaruh negatif dari budaya luar;
8) Meningkatnya prostitusi media pornografi perjudian serta pemakaian peredaran dan penyelundupan obat-obatan Terlarang;
9) Pemahaman dan implementasi otonomi daerah yang tidak sesuai dengan semangat konstitusi.

Dengan demikian perjuangan kedepan adalah tetap mempertahankan Pancasila sebagai Ideologi dan dasar negara,Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai landasan konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara dan wadah pemersatu bangsa serta Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang merupakan modal utama bersatu dalam kemajemukan. Upaya pemahaman terhadap nilai-nilai dasar grundnorm (Pancasila) merupakan bagian dari usaha menempatkan bangsa dalam konteks perubahan zaman yang terus berlangsung, sehingga memperkenalkan jati diri bangsa yang harus dipahami oleh generasi ke generasi. Kelemahan bangsa menghadapi liberalisasi dalam arus globalisasi dapat menimbulkan ekses negatif. Salah satunya terjadi krisis ideologis yang terus melemahkan jati diri yang pancasilais. Ekses negatif terhadap arus globalisasi dan liberalisasi manakala direspon secara aktif, khususnya para pejabat negara, TNI-POLRI, ASN/PNS justru akan mengancam makna kemerdekaan pada diri pribadi di lingkungan masyarakat.

Oleh sebab itu, pemahaman dan pengamalan terhadap nilai-nilai dasar nasionalisme yang dibentuk sejak zaman kemerdekaan, yaitu kecintaan terhadap pluralisme bangsa, solidaritas dan persatuan, merupakan kerangka fundamental yang esensial untuk terus dikembangkan sebagai ikhtiar mengisi makna kemerdekaan.

Kesepakatan bersama menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang bisa mengikat bangsa Indonesia dengan kemajemukan yang ada di daratan Nusantara ini. Pancasila yang merupakan konsensus nasional dapat diterima semua paham, golongan, dan kelompok masyarakat di Indonesia. Pancasila yang disepakati menjadi dasar negara sekaligus bintang penuntun (leitstar) yang dinamis, mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuan. Dalam posisi seperti itu, Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa. Dengan perkataan lain bahwa menempatkan sila-sila Pancasila dalam peraturan perundang-undangan bukanlah secara langsung dari sila ke sila melainkan melalui pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Selanjutnya dikonkritisasikan dalam muatan pasal demi pasal Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai macam bentuk peraturan perundang-undangan serta hukum positif di bawahnya. Pasalnya masih banyak berlaku undang-undang dan aturan hukum yang diimpor dari luar, sehingga harus ada upaya harmonisasi (mengindonesiaisasi undang-undang) sebagaiman mesir telah melakukan (mesirisasi undang-undang) dengan begitu kita melakukan pembinaan hukum sebagaimana kultur bangsa Indonesia itu sendiri.

DISKUDI DAN PEMBAHASAN
KEBIJAKAN HADRATUSSYAIKH UNTUK KEMERDEKAAN NKRI

Dari fakta sejarah tentang sebuah perjuangan dan terjalinnya komunikasi yang tetap terjaga dengan teman-teman beliau di luar negeri, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari sudah memiliki wawasan kebangsaan secara luas termasuk bentuk negara Indonesia. Sewaktu berada di Mekkah, dengan beberapa sahabatnya dari berbagai negara-negara Islam yang kebutulan belum merdeka, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari berikrar di depan Multazam untuk meninggikan Islam dan memperjuangkan negara untuk merdeka dari penjajahan. Semasa hidupnya beliau pernah beberapa kali bekerjasama dengan Jepang. Sebagaimana diketahui, setelah Belanda menguasai Indonesia, tentara Jepang menduduki beberapa wilayah di Indonesia dan melakukan penjarahan. Pada waktu itu Jepang membuat program pelatihan militer untuk santri. Program ini disetujui oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari dan beliau menyuruh santri untuk ikut latihan militer.

Sebagian orang mungkin tidak sepakat dengan ide ini dan mempermasalahkannya, sebab tidak semua orang bisa memahami jalan pikiran Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Jika flash back terkait dengan kebijakan Nabi Muhammad Saw. ketika menandatangani perjanjian Hudaibiyyah, perjanjian ini dinilai oleh sahabat Umar Bin Khattab merugikan umat Islam sehingga dia “memarahi” Nabi Muhammad Saw.

Maka dapat kita simpulkan bahwa seorang pemimpin mestinya berpikir jauh ke depan melebihi apa yang dipikirkan para pengikutnya. Dia bisa saja memutuskan kebijakan di luar nalar bagi orang lain selama kebijakan itu mendatangkan kemaslahatan orang banyak. Terbukti kebijakan Nabi Muhammad Saw. terkait perjanjian Hudaibiyyah justru banyak menguntungkan umat Islam. Demikian pula kebijakan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari tentang program latihan militer yang pada gilirannya membawa berkah bagi kaum santri. Kalaupun santri tidak dilatih militer oleh Jepang dan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari tetap melakukan perlawanan, niscaya tenaga umat Islam waktu itu tidak memadahi untuk mengusir agresi militer kedua. Kembalinya sekutu untuk mejajah Indonesia tempaknya sudah dipikirkan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, sehingga beliau memilih kompromi dengan Jepang. Sikap kompromi tersebut nyatanya membuahkan hasil manis bagi masyarakat Indonesia. Dengan demikian, berdasarkan kaidah di atas, kompromi dengan kolonial dibolehkan selama terdapat kemaslahatan dan resikonya sangat kecil.

MULTIKULTURALISME ETIS PANCASILA
Acuan utama bagi terwujudnya tatanan masyarakat Indonesia dalam dimensi multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa.

Tentunya ini membantu manusia dalam hal penentuan mengenai tindakan yang perlu dilakukan dan apa alasannya hal tersebut harus dilakukan. Sehingga apa yang dimaksud nilai-nilai etis yang terkandung dalam dimensi filsafat bangsa bisa dimanifestasikan ke dalam bentuk tatanan sebagai berikut:
a) Tatanan dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat memiliki nilai-nilai dasar seperti pelarangan eksploitasi sesama manusia. Semua orang wajib untuk berperikemanusiaan dan juga berkeadilan sosial.
b) Tatanan bernegara memiliki nilai-nilai dasar etika bernegara, berdaulat, bersatu, adil dan makmur.
c) Tatanan luar negeri memiliki kapasitas diplomasi yang memadahi dalam menstrasfer nilai ketertiban dunia, perdamaian abadi, kemerdekaan, dan keadilan sosial.
d) Tatanan pemerintah daerah dengan nilai-nilai permusyawaratan yang mengakui asalusul atau latar belakang keistimewaan daerah.
e) Tatanan hidup beragama dengan kebebasan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
f) Tatanan bela negara, hak dan kewajiban warga negara untuk membela negara.
g) Tatanan pendidikan, dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
h) Tatanan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat.
i) Tatanan hukum dan keikutsertaan dalam pemerintahan, dan
j) Tatanan kesejahteraan sosial dengan nilai dasar kemakmuran bagi seluruh masyarakat.

Persoalan terkait etika berhubungan dengan masalah nilai. Adapun postulat mengenai nilai Ilmu Filsafat Pancasila ialah hakikat manusia memahami dan mengamalkan butir-butir Pancasila. Oleh sebab itulah rumusan dari keseluruhan rangkaian kesatuan sila dalam Pancasila yang bersinggungan dengan etika Politik Pancasila diawali dari sila kedua; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

BINTANG PENUNTUN KEPATUTAN ALA PESANTREN
Era globalisasi yang menekankan pada kecanggihan teknologi dewasa ini sangat mempengaruhi nilai kepatutan, nilai-nilai itu dirasa hilang karena derasnya budaya asing yang masuk, sehingga gradasi moral jauh dari nilai-nilai kebaikan, hal itu disebabkan karena perilaku dan filosofi pemikiran warga bangsa berjalan tanpa panduan Pancasila yang selama ini sering dibangga-banggakan namun tanpa pernah diamalkan. Nilai-nilai Pancasila sebenarnya sudah ada sejak lama termasuk dalam masyarakat Jawa, yakni sikap toleransi atau tepa slira. Tetapi saat ini, budaya tepo sliro ini makin terkikis oleh gempuran budaya dari luar serta mulai lunturnya nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karenanya pelajaran pokok dalam pesantren: pendidikan karakter kebangsaan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari diajarkan kepada santri-santrinya dan mustami’nya. Adapun penjelasanya sebagai berikut:

  1. Pendidikan karakter pesantren berupaya mengajak bangsa ini untuk mandiri bukan hanya dalam soal ekonomi dan politik. Tapi juga dalam kebudayaan dan kerja-kerja pengetahuan dalam bidang kultur. Acuan pendidikan pesantren adalah dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, yang diperoleh dari masa sejak abad-abad pertama masuknya Islam, dan juga sebagian mengambil inspirasi dari masa HinduBudha (seperti lakon-lakon pewayangan) untuk kemudian diolah sesuai dengan jiwa pendidikan pesantren.
  2. Pendidikan karakter pesantren mengajarkan anak-anak didiknya untuk bergaul dan bersatu di antara sesama anak-anak bangsa se-Nusantara, apapun suku, latar belakang dan agamannya. Mereka diajarkan untuk saling berinteraksi secara harmonis di antara berbaai komunitas bangsa melalui mediasi para ulama pesantren atau yang ditunjuk oleh orang-orang pesantren untuk memerankan mediasi tersebut.
  3. Pengetahuan diabdikan bagi kepentingan dan keselamatan nusa dan bangsa ini. Itu sebabnya pesantren mengajarkan berbagai jenis kebudayaan Nusantara yang akan menjadi alat perekat, pertahanan dan memobilisasi segenap kekuatan bangsa ini.
  4. Karena pergaulannya yang begitu rapat dengan bangsa-bangsa lain di jalur perdagangan dunia di Samudera Hindia, orang-orang pesantren juga mengajarkan anak-anak bangsa ini cara-cara menghadapi dan bersiasat dengan bangsa-bangsa lain, terutama dengan orang-orang Eropa (Amerika) yang berniat ingin menguasai wilayah di Asia Tenggara.
  5. Orang-orang pesantren juga mengajarkan kepada anak-anak bangsa ini untuk memaksimalkan serta memanfaatkan segenap potensi ekonomi dan sumber daya negeri ini. Itu sebabnya pesantren hadir di dekat sumber-sumber mata air dan sumbersumber kekayaan alam.

Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas, pesantren hadir sebagai kiblat pendidikan keagamaan-kebangsaan bagi bangsa ini. Model yang mereka adopsi adalah pendidikan model para Wali Songo, para ulama-waliyullah penyebar agama Islam di Tanah Jawa hingga ke Nusantara.

HUMANITY, SPIRITUALITY DAN TECHNOLOGY
Saat ini dunia tengah dihadapkan perubahan teknologi yang begitu cepat sehingga diperlukan adanya pemikiran untuk menjadi inovator dan kreator dalam perubahan tersebut. Prediksi “dalam 10 tahun ke depan, lebih dari 23 juta lapangan pekerjaan di Indonesia akan hilang dan digantikan oleh smart computer, artificial intelligence, internet of things, dan big data analytics. Jika perguruan tinggi tidak mampu beradaptasi, maka Indonesia akan tertinggal dari perkembangan sosial, ekonomi, dan teknologi yang akan memunculkan broken link. Untuk itu perguruan tinggi perlu mendisrupsi dirinya sendiri untuk memasuki dunia pendidikan 4.0. menyikapi pentingnya hal tersebut Kemendikbud memberi kebebasan belajar bagi mahasiswa dengan tetap menanamkan karakter Pancasila yang sedang diimplementasikan dalam pendidikan tinggi di Indonesia melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Maka kita dapat melihat kembali kegiatan kampus pada tahun 2019 silam yang mengadakan festival “Nafas Umaha” kegiatan ini adalah bagian dari budaya di Universitas Maarif Hasyim Latif yang terlegitimasi pada Surat Keputusan Rektor tentang budaya cinta Rasul melalui shalawat.9 Sebenarnya dalam kegiatan festival Nafas Umaha ini, shalawat menjadi suatu bagian nafas, yang harus terus diadakan. “yang namanya nafas tidak boleh terputus, Nafas merupakan akronim yg bisa diartikan sebagai Nahdliyah Fi Ahlus Sunnah Wal Jamaah atau gerakan yang dilaksanakan dalam Ahlus sunnah wal jamaah”.

Festival Nafas Umaha Kampus Multikultural dan Pluralisme

Maka menjadi penting dalam penguatan pendidikan kepribadian dan karakter adalah salah satu cara untuk mengubahnya bangsa mempunyai kekuatan sebagai upaya membangun negeri ini menjadi lebih bermartabat. Kemajuan teknologi informasi internet harus dijadikan sebagai bentuk sistem pendidikan karakter bangsa. Bangsa Indonesia dalam satu dekade sebagai bangsa yang sangat aktif di media sosial. Indonesia di peringkat ketiga sebagai pengguna media sosial Facebook dan Twitter. Sebagai negara yang sering menggunakan media sosial, ini adalah kesempatan untuk memperkuat kepribadian, dan pendidikan karakter harus dibangun melalui perkembangan teknologi informasi.

KESIMPULAN
Strategi penguatan karakter bangsa yang bertumpuh pada ruang aktualisasi pendidikan yang mendukung serta keterlibatan semua pihak terkait dalam menjalankan sistem itu berjalan sesuai koridor pendidikan yang inklusif, moderat sesuai dengan lingkungan budaya pendidikan. Era modern saat ini, satu sisi penguatan aspek humanisme, spiritual dan teknologi sebagai kebutuhan khusus yang harus dimiliki oleh setiap akademisi sebagai bekal pengetahuan new habit. Oleh sebab itu, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus mampun mengharmonisasikan dari berbagai aspek kebutuhan yang menunjang
terselenggaranya kegiatan belajar mengajar yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Baso, K Ng H Agus Sunyoto, Rijal Mummazig. Pengabdian Seorang Kyai Untuk
Negeri. Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional, Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoneia, 2017.
Ali, Syaikhul Islam. Kaidah Fikih Politik. Cet 1. Sidoarjo: Yayasan Bumi Sholawat Progresif,
2018.
Doddy. “Dirjen Dikti Tekankan Pentingnya Penanaman Karakter Pancasila Melalui Kampus
Merdeka Dalam Menghadapi Tantangan Global.” Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2020.
https://dikti.kemdikbud.go.id/kabar-dikti/kabar/dirjen-dikti-tekankan-pentingnyapenanaman-karakter-pancasila-melalui-kampus-merdeka-dalam-menghadapitantangan-global/.
Redaksi, Tim. “Etika Politik Pancasila: Nilai-Nilai Dan Contoh Penerapannya.” VOI.id, 2021.
https://voi.id/berita/46327/etika-politik-pancasila-nilai-nilai-dan-contoh-penerapannya.
RI, Pimpinan MPR dan Tim kerja Sosialisasi MPR. Materi Sosialiasi Empat Pilar MPR RI. Cet6. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2016.
Sugiarto, Agus, Trida Trisno Zuono, Isnin Harianti, Ahmad Heru Romadhon, and Anang
Surohman Hidayat. “Building Students Character with Sustainable Development Goals (
SDGs ) Perspective in Era of Disruptions.” Atlantis Press 203 (2018): 151–55.
Umaha, Jurnalis. “Festival Nafas Univ Maarif Hasyim Latif Umaha Kampus Multikultural Dan
Pluralisme.” Universitas Maarif Hasyim Latif, 2019. https://www.umaha.ac.id/festivalnafas-univ-maarif-hasyim-latif-umaha-kampus-multikultural-dan-pluralisme/.
Yudhyarta, Deddy Yusuf. “Pemberdayaan Etika Pancasila Dalam Konteks Kehidupan
Kampus.” Jurnal Pendidikan Islam V, no. 1 (2020): 43–63.
Zarary, Rara. “Peran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari Dalam Pendirian NKRI.”
Tebuireng.Online, 2020. https://tebuireng.online/peran-hadratussyaikh-kh-m-hasyimasyari-dalam-pendirian-nkri/.

Previous Post
Newer Post

Leave A Comment

No products in the cart.

X